Ekonomi

Peter Gontha:  Diskriminasi Sawit, Upaya Eropa Perkecil Nefisit Neraca Perdagangan 

JAKARTA-Staf Khusus Menteri Luar Negeri, Peter Gontha menduga, diskriminasi terhadap salah satu komoditas ekspor utama RI ke Benua Biru tersebut dilakukan Uni Eropa untuk memperkecil defisit neraca perdagangannya dengan RI.

"Ekspor kita ke UE sekarang kira-kira nilainya US$ 17,1 miliar dengan impor kita dari sana US$ 14,1 miliar. Pertanyaannya sekarang, apakah upaya mereka menghambat sawit kita ini sebenarnya untuk menurunkan defisit neraca dagang mereka?," ujar Peter di kantor Kemenko Perekonomian, Senin, 25 Maret 2019.

Data Kementerian Perdagangan menunjukkan, ekspor Indonesia ke Uni Eropa di tahun 2018 senilai US$ 17,1 miliar dengan nilai impor sebesar US$ 14,1 miliar. Dengan demikian, Indonesia mencatat surplus perdagangan sekitar US$ 3 miliar sepanjang tahuh lalu.

Adapun total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa tahun lalu mencapai US$ 31,2 miliar atau meningkat 8,29% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). 

Uni Eropa adalah tujuan ekspor dan asal impor nonmigas terbesar ke-3 bagi Indonesia. Selain itu, ekspor Indonesia ke Uni Eropa juga meningkat 4,59% dengan neraca perdagangan surplus bagi Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir.

Lebih lanjut, Peter mempertanyakan keputusan pemerintah Uni Eropa yang sangat concern dengan deforestasi di Tanah Air tanpa merefleksikan deforestasi yang terjadi di wilayah mereka ratusan tahun yang lalu.

"Eropa itu selama ratusan tahun, terutama periode 1785-1885 telah melakukan total deforestation, sehingga di sana tidak ada lagi biodiversity [keanekaragaman hayati]. Kalau kita lihat, hutan di sana itu sudah tidak ada kehidupan lagi," tutur mantan Duta Besar RI untuk Polandia tersebut.

Peter mengakui, banyak kerusakan hutan yng terjadi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Namun demikian, pemerintah sudah banyak melakukan perbaikan dengan berbagai kebijakan seperti moratorium sawit dan sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil).

"Dari tadinya deforestasi kita mencapai 2 juta hektare (per tahun), tahun lalu angkanya sudah menurun hingga tinggal 400 ribu hektare. Jadi kita sudah menurunkan. Memang masih ada izin-izin [perkebunan sawit] yang sedang dikaji, dan akan coba diberhentikan," jelasnya.(rdh/cnbc)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar